Rabu, 15 Mei 2013

pemenuhan kebutuhan nyeri dan kenyamanan


TIPE NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
• Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
• Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama drpd cutaneus
ex: sprain sendi
• Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan lokalisasi/letak
 Radiating pain
ž
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
 Referred pain
ž
Nyeri dirasakan pd bagian tubuh ttt yg diperkirakan berasal dr jaringan penyebab
 Intractable pain
ž
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
 Phantom pain
ž
Sensasi nyeri dirasakan pd bag. Tubuh yg hilang
3. Berdasarkan penyebab:
 Fisik
ž
 Psycogenic
ž
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
4. Menurut Serangannya
 Nyeri akut
ž
 Nyeri kronik
ž
 
Proses Terjadinya Nyeri
Nyeri sebenarnya adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan di tubuh. Dari nyeri ini tubuh akan melakukan tindakan yang diperlukan selanjutnya.
Mekanisme terjadinya nyeri adalah sebagai berikut rangsangan (mekanik,  termal atau Kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan tubuh,  Rangsangan ini di ubah kedalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri (rasa nyeri yang kita alami).

Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari berbagai faktor dan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
  1. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan pisau dan lain-lain.
  2. Rangsangan Termal : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu, Rata-rata manusia akan merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45 C, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan akan mengalami kerusakan
  3. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat yang di sebut mediator yang dapat berikatan dengan reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolin dan prostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling berperan dalam menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang berperan dalam menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, Zat P dan ion K+ (ion K positif ).

Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut AΞ΄ bermielin halus bergaris tengah 2-5 Β΅m, dengan kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 Β΅m, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.
Serabut AΞ΄ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.
Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak.
RESPON TERHADAP NYERI
  
REAKSI
§  Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
§  Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum
§  Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis,  apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
§  Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri Γ  medula spinalis Γ  batang otak & talamus Γ  Sistem syaraf otonom Γ  Respon fisiologis & perilaku
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.


A.    RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
A. Stimulasi Simpatik nyeri ringan, moderat, dan superficial)
ΓΌ  Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
ΓΌ  Peningkatan heart rate
ΓΌ  Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
ΓΌ  Peningkatan nilai gula darah
ΓΌ  Diaphoresis
ΓΌ  Peningkatan kekuatan otot
ΓΌ  Dilatasi pupil
ΓΌ  Penurunan motilitas GI

B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
ΓΌ  Muka pucat
ΓΌ  Otot mengeras
ΓΌ  Penurunan HR dan BP
ΓΌ  Nafas cepat dan irreguler
ΓΌ  Nausea dan vomitus
ΓΌ  Kelelahan dan keletihan

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
§ Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
§ Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
§ Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
§ Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
n  Fase antisipasi—–terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena  fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.

n   Fase sensasi—–terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan  gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.


n  Fase akibat (aftermath)——terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri. Nyeri adalah sebuah rasa sakit yang sangat bergantung dengan kondisi fisik, lingkungan, pengalaman, budaya dan lain-lain. Seseorang yang mendapatkan perlakuan yang sama, bisa saja berbeda dalam merasakan nyeri. Hal ini normal, karena rasa nyeri disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Prihardjo (1996) dibedakan menjadi dua, yaitu faktor Internal dan faktor eksternal.
FAKTOR INTERNAL
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi rasa nyeri adalah sebagai berikut:
Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
Anxietas (Kecemasan)
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
Pengetahuan Nyeri
dirasakan dan disadari otak, tetapi berlum tentu penderita akan tergangggu misalnya karrna ia punya pengetahuan tentang nyeri sehingga ia menerimanya secara wajar.
Kelelahan
Kelelahan dapat meningkatkan nyeri karena banyak orang merasa lebih nyaman waktu istirahat.
FAKTOR EKSTERNAL
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi rasa nyeri dan respon terhadap nyeri adalah sebagai berikut:
Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri
Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
Lingkungan
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsanggan dari lingkungan seperti kebisingan, cahaya yang sangat terang.
Pengobatan
Pengobatan analgesik yang diberikan sesuai dosis yang mermakai akan mempercepat penurunan nyeri.